Copyrights @ ZIDNIKLOPEDIA 2014. Designed By Templateism.com - Published By Gooyaabi Templates | Powered By Blogger

MANUSIA DAN PENCIPTAAN: DEBAT ILMIAH YANG TIDAK PERNAH SELESAI

 
 
TANTANGAN TEORI PENCIPTAAN
Perkembangan teori penciptaan terus bergulir dahsyat. Teori-teori itu bertubi-tubi menerjang konsep iman yang mapan dan baku. Problem ini tidak baru. Dalam sejarah peradaban dunia Kekristenan sejak Galileo Galilei, Gereja mencermati perkembangan itu dengan susah papah, sebelum dapat menerimanya sebagai pelajaran berharga. Sebab perkembangan yang tidak terelakkan itu memunculkan banyalr goncangan serius terutama berkaitan dengan iman dan refleksi teologi atas tata penciptaan. Gereja membutuhkan waktu tiga ratus lima puluh sembilan tahun dan empat bulan untuk mengatakan bahwa teorl Galileo Galilei benar di satu pihak, dan bahva pengadilan Inquisisi di masa lampau sekalian dengan vonis error-nya yang telah dijatuhkan kepadanya tidak memiliki dasar. Pelajaran teori evolusi juga jelas telah menunjukkan pergumulan hebat.

Stephen W Hawking (1942- ), sang penentang teori relativitas Einstein, misalnya, mengatakan bahwa Tuhan Sang Pencipta dan Penyelenggara kehidupan ini sudah tidak diperlukan lagi, setelah ia memahami proses penciptaan alam semesta dengan segala isinya secara ilmiah. Baginya semua dapat dijelaskan tanpa campur tangan sosok pribadi yang disebut Tuhan. Keyakinan itu makin diteguhkan menyusul ancang-ancang teori arnbisiusnya tentang segala sesuatu, theory of everything.

Reaksi Hawking sebenarnya tidak baru. Tetapi reaksi ekstrem itu tidak saja menyimpang dari kebenaran inpn latab Suci, melainkan menabrak secara frontal kepercayaan kepada Tuhan. Refleksi Hawking menjadi salah satu contoh betapa kemajuan ilmu pengetahuan tentang penciptaan telah melahirkan tantangan-tantangan dahsyat. Jika pada abad ke-17, Galileo Galilei menggegerkan dunia karena menebar penemuan ilmiah sekaligus baru mengenai kebenaran Heliosentrisme yang melawan pandangan kitab Suci “Geosentrisme” yang menyatakan bahwa bumi sebagai pusat perputaran alam semesta, pada abad ke-20 seorang profesor Cambridge, Stephen Hawking, menjadi sosok produk ilmu pengetahuan modern yang karena keyakinan kebenaran ilmiahnya mempersoalkan dan mendepak sepenuhnya peran Allah dalam tata ciptaan.

Tulisan singkat ini tidak bermaksud membahas teori Hawking mengenai penciptaan secara khusus walaupun diajukan pula kutipan singkat penjelasan Hawking sekitar tema penciptaan. Tulisan ini hanya ingin mencermati satu dua teori yang mencoba menjelaskan proses penciptaan dan merefleksikannya dalam konteks filsafat.  Dan, perbincangan mengenai asal-usul manusia tidak mungkin dilepaskan dari problem penciptaan pada umumnya.



MENCERMATI SATU DUA TEORI
Dalam uraian berikut penulis membedakan sekaligus merinci tiga hal yang dapat dipandang sebagai tiga tahap persoalan penciptaan: Pertama, proses penciptaan bumi dan alam semesta; kedua, terjadinya kehidupan di bumi ini untuk pertama kalinya (biogenesis) dan berkembangnya organisme-organisme dalam bentuknya yang paling sederhana (phylogenesis); dan ketiga, munculnya manusia (antropogenesis) Sementara hal yang berkaitan dengan dosa atau evil yang juga menjadi salah satu bahan kontroversi teori penciptaan dari sudut pandang teologis tidak penulis bahas dalam kesempatan terbatas ini.

Dari mana bumi kita dan tata dam semesta yang dernikian mempesona ini berasal? Asal-usul alam semesta menantang manusia modern sebab ia menjadi daerah penjelajahan iImu pengetahuan yang tiada batas. G. P. Kuiper (1905-1975) memulai pendobrakannya. Kuiper –yang dikenal sebagai penemu bulan Uranus, Miranda dan bulan Neptunus, Nereid- mengajukan teori yang mengasalkan matahari dan semua planet yang menyusun sistem tata surya kita pada kabut gas purba. Kabut gas purba ini mengalami gerak memutar dengan kecepatan sedemikian rupa sehingga membentuk gumpalan-gumpalan materi. Gumpalan-gumpalan materi sebagai: hasil pemadatan kabut gas inilah yang manjadi cikal-bakal alam semesta. "Gumpalan" yang besar yang menjadi "inti" dari semua gumpalan yang lain menjelma menjadi matahari. Kerapatan gumpalannya begitu rupa sehingga "gumpalan" matahari menyala dengan api nuklir. Sementara itu gumpalan-gumpalan kabut yang lain terus mengalami gerak memutar dan terdorong menjauh dengan jarak tertentu dari matahari. Proses gerak memutar dan penggumpalan kabut gas itu berlangsung ratusan rnilyar tahun silam.

Teori ini diajukan Kuiper pada 1950-an. Yang menarik dari teori Kuiper ini ialah bahwa alam semesta muncul tidaklah dalam sekejab, melainkan melewati proses yang sangat lama. Gambaran teori ini sudah dari sendirinya berbeda dengan apa yang ditulis dalam Kitab Suci tentang kisah Tuhan yang menciptakan bumi dan segala isinya dalam tujuh hari 
(lih. Kejadian 1).

Teori Kuiper tidak cukup meyakinkan. Dua teori paling terkenal, yang menyusul berikutnya, mengenai pembentukan alam semesta ialah teori "Keadaan Tetap" (steady-state theoy) dan "Teori Dentuman Besar" (big bang). Tokoh yang memelopori teori Keadaan Tetap ialah para ahli kosmologi Inggris: Fred Hoyle (191 5-2001)," Herman Bondi (1 919-2005), dan Thomas Gold (1920-2004). Sedangkan para ahli di balik teori Dentuman, mereka adalah ahli fisika Amerika, George Gamow (1904-1968), yang kemudian didukung oleh Ralph Alpher (1921-2007) dan Robert Herman (1914-1997).

Teori Keadaan Tetap (steady-state) menggambarkan alam semesta yang tidak berawal dan tidak berakhir. Alam semesta lebih kurang bersifat sama dan tetap, bukan hanya di mana-mana, tetapi juga, setiap saat. Dengan "tetap" tidak dimaksudkan tiada perubahan. Teori ini mengakui bahwa alam semesta memuai tetapi pemuaiannya berlangsung tetap. Karena pertambahan alam semesta lewat pemuaian ini berlangsung sampai tidak terhingga dan tanpa mempedulikan pertambahan massa dan tenaganya, tesis teori Keadaan Tetap ini dipandang lemah. Teori yang amat menghebohkan dan terus-menerus dikembangkan dengan penemuan-penemuan menarik ialah teori Dentuman Besar.  Teori ini berurusan dengan teori pemuaian alam semesta, tetapi dengan penjelasan yang berbeda, yaitu dengan ledakan atau dentuman raksasa.

Secara singkat teori ini dapat diurai demikian. Teori ini meyakini bahwa alam semesta pernah menyatu berbentuk satu bola raksasa. Bola ini terdiri dari neutron dan tenaga pancaran yang disebut dengan "Ylem ("di baca, ailem). Sekitar delapan belas milyar tahun silam, Ylem ini meledak dengan amat dahsyat. "Puing-puing" Ylern berterbangan. Karena mengalami pemisahan satu sama lain, temperatur pada masing-masing puing menyejuk dari suhu bermilyar-milyar derajat menjadi berjuta-juta derajat saja. Pada waktu inilah neutron serentak menjadi proton dan elektron. Sementara tenaga pancaran membentulr atom-atom hidrogen, helium, dan seterusnya, yang dalam eksperimen Stanley Miller (1953) merupakan unsur-unsur pembangun kehidupan. Dan semua unsur ini, menurut teori ini, terbentuk setengah jam pertama setelah terjadi dentuman dahsyat.

Teori ini menjadi sangat menarik Barena penemuan-penemuan yang menyusul. Pada 1965, Arno Penzias (1934- ) dan Robert Wilson secara kebetulan menemukan "sisa" dentuman itu. Mereka menemukan gelombang mikro pang mendesis dengan suhu sampai 2,75 derajat Kalvin, yang merupakan sisa radiasi ledakannya. Bukti-bukti ini tidak terbantahkan. Matahari dan planet-planet ldta merupakan "puing-puing" dentuman hebat. Tetapi teori ini tidak tanpa menyisakan persoalan lain. Jika alam semesta ini memuai dalam masa pang menyusul setelah ledakan ralrsasa, bagaimanakah masa depannya?

Penjelajahan solid yang berikut dilakukan sepenuhnya dengan dalil-dalil teori Relativitas Khusus dan Relativitas Umum Einstein serta teori Stephen Hawking yang menyempurnakan teori Einstein. Teori-teori itu dimaksudkan untuk menjelaskan seputar hipotesis mengenai bentuk alam semesta dengan pengertian tentang ruang dan waktu.' Persoalan ini menunjuk pada problem hipotesis: Jika dam semesta pernah merupakan suatu ledakan setelah mengalami masa tertentu, kapan alam semesta ini akan mengalami peristiwa yang sama. Kapan waktu menemukan akhirnya? Juga, kapan ruang tidak dapat kita sebut lagi sebagai sungguh-sungguh ruang, melainkan suatu keadaan yang lain? Persoalan-persoalan itu di luar kompetensi penulis intuk menjawabnya. Tetapi penulis akan mengutip gagasan Hawking tentang waktu. Hawking dapat dikatakan sosok ilmuwan murni, yang meletakkan segala sesuatu pada koridor ilmu pengetahuan. Sejauh benar, valid, sahih menurut ilmu, ia percayai sebagai benar. Demikian pula sebaliknya. Apa yang salah ialah jika prosedur ilmiah tidak merekomendasikannya. Hawking membedakan tiga macam waktu. Atau lebih tepat dikatakan, tiga arah waktu.

Pertama, arah "waktu termodinamika," yang menunjukkan di mana ketidakteraturan meningkat. Kedua, arah "waktu psikologis," yakni arah waktu yang kita rasakan di mana kita dapat mengingat masa lalu dan bukan masa depan. Ketiga, arah "waktu kosmologis," yang merupakan arah waktu pengembangan semesta. Penjelasannya adalah waktu ini dimaksudkan untuk memahami apa artinya awal (asal-mula) alam semesta dan akhir kehidupan ini. Hawking melihat dan berkesimpulan bahwa, mengenai proses tercipta alam semesta dan akhir dari semua ini tidak membutuhkan penjelasan yang menyertakan peran Allah. Tidak ada tempat bagi Allah pang disebut "the Creator' dalam apa yang merupakan ketentuan hukum alam :
 
There would be no singularities at which the laws of science broke
down and no edge of space-time at which one would have to appeal to
God or some new law to set the boundary conditions for space-time . .
.The universe would be completely self-contained and not affected by
anything outside itself. It would neither be creatqd nor destroyed. It
would just BE . . . What place, then, for a creator?

Dalam apa yang disebut "waktu kosmologis," kapan waktu berakhir ketika apa yang kita sebut proses pengembangan semesta mencapai titik memudar. Jelas tidak mudah diequivalenkan dengan hitungan waktu psikologis kita, tetapi toh akan terjadi saat di mana alam semesta ini berakhir. Jika alam semesta -dan dengan demikian juga disadarinya ruang dan waktu- muncul dari suam bola raksasa neutron dan energi pancaran yang meledak amat dahsyat, dari manakah kehidupan ini berasal? Dari Tuhan ataukah dari persenyawaan unsur-unsur kimia yang membangkitkan dasar dasar
kehidupan? Kehidupan memang mengandaikan alam semesta terlebih dahulu. Sukar dibayangkan apa itu kehidupan jika tiada alam semesta yang manampungnya.

Stanley Miller (1930-2007), adalah tokoh di balik penyelidikan bidang ini. Eksperimentasinya memberikan pengertian baru mengenai apa itu kehidupan: Pada Abad Pertengahan, diakui formulasi generatio aequivoca, yaitu bahwa hidup dapat terjadi dari zat tidak berhayat, misalnya cacing dari tanah. Atau, bahwa kehidupan ini terjadi serentak. Tetapi sejak Louis Pasteur, formulasi itu salah. Eksperimen Pasteur menunjukkan bahwa hidup hanya berasal dari hidup. Sejak Pasteur, keyakinan bahwa kehidupan baru dapat dimungkinkan biarpun tanpa campur tangan Tuhan, mulai menggejala; dan Miller menegaskan dengan teramat ekstrim bahwa kehidupan tidaklah terjadi sebagai peristiwa kebetulan atau peristiwa luar biasa atau peristiwa serentak. Kehidupan terjadi secara biasadan berlangsung beberapa kali dan dengan sendirinya, melalui reaksi kimia spontan dalam kondisi kondisi bumi awali. Jadi, pada saat untuk pertama kalinya bumi terbentang, oleh suatu persenyawaan unsur-unsur kimia yang ada pada wvaktu itu, muncullah benih-benih kehidupan. Miller mengadakan pengulangan reaksi reaksi kimia yang bersifat reduktif dalam atmosfer buatan (yang tidak ada oksigennya). Atmosfer buatan dikondisikan seperti atmosfer primitif.

Seperti kita ketahui, atmosfer prirnitif mengandung gas metan (CH4), uap air (H20), amonia (NH2), dan hidrogen (H2). Miller merekayasa reaksi berupa ledakan-ledakan dari unsur-unsur kimia itu. Hasilnya, ia memperoleh sintesis spontan dari banyak molekul organik, termasuk asam amino. Molekul-molekul inilah yang menandai alam fundamental kehidupan organisme-organisme. Hasil itu tentu saja sangat mengejutkan, sebab kehidupan organisme-organisme menemukan wujudnya tidak dari tangan Tuhan, melainkan berlangsung dalam prosesyang wajar (yaitu dari unsur unsur penyusun molekul organik)

Proses selanjutnya ialah evolusi organisme-organisme (phylogenesis). Proses evolusi dari organisme primitif sampai ke hewan tertinggi, hewan menyusui, membutuhkan waktu yang lama. Proses perkembangan organisme- organisme itu makin terpacu oleh bakteri-bakteri (alga biru). Sebab bakteri-bakteri itu mampu meresapkan cahaya matahari dan memproduksi gula dengan melepaskan oksigen ke dalam atmosfer. Ketersediaan oksigen memacu organisme-organisme lainnya untuk mengalami proses pembakaran untuk memperoleh energi. Alam dengan cara yang demikian, organism-organisme yang lain bermunculan, mengalami proses perkembangan, berevolusi. Waktu yang dibutuhkan dalam proses evolusi sampai kehadiran organisme bersel satu kurang lebih dua milyar tahun, dan baru kurang lebih 700 juta tahun silam, mulailah perkembangan organisme bersel banyak. Binatang bertulang punggung pertama muncul 500 juta tahun lalu. Sedangkan hewan menyusui 250 juta tahun kemudian. Dan semuanya dapat sungguh berkembang setelah kepunahan reptil-reptil sekitar 60 juta tahun lalu. Bagaimana evolusi yang mengagumkan itu dapat dijelaskan? Charles Darwin menjelaskan dengan teori tentang seleksi: Organisme-organisme selalu mengalami perubahan kecil sesuai dengan tuntutan alam.

KEHADIRAN MAKHLUK CERDAS MANUSIA
Problem penciptaan yang sangat sensitif dan krusial adalah tentang kehadiran manusia. Dari mana manusia hadir? Semua agama atau suatu kepercayaan religius apa pun akan mengatakan dengan pasti, bahwa manusia merupakan bentukan Tuhan secara langsung dan istimewa serta luar biasa. Dernikian Kitab Suci kita membenarkannya dengan kisah-ldsah penciptaan yang mempesonakan.

Tetapi ilmu pengetahuan yang menyimak berdasarkan eksperimentasi ilmiah, membongkar kebenaran kisah-kisah itu. Dari penjelasan-penjelasan di atas, kita dapat langsung mengatakan bahwa manusia, sebagai bagian dari kehidupan lama semesta ini, berasal pula dari organisme bersel satu. Sungguh suatu kekuatan alam yang mengagumkan, namun sekaligus juga menegangkan khususnya dalam kaitan dengan iman, bahwa manusia merupakan mahluk ciptaan tangan Tuhan berasal dari organisme bersel satu. Bagaimana menjelaskannya?

Penjelasan tentang asal-usul manusia (sebagai yang berasal dari organism bersel satu) tidak dapat dilepaskan dari teori evolusi Darwin. Manusia berasal dari primata. Diketemukan fosil primata sekitar 10 dan 3 juta tahun yang lalu usianya. Primata-primata pada waktu itu merupakan primata yang sudah berjalan di atas dua kaki saja. Dengan demikian dua "kaki" depan menjadi bebas. Dua "kaki" itu menjadi tangan. kepala tidak lagi digantungkan ke depan, melainkan tegak lurus ke atas. Mulut tidak lagi sebagai senjata dan alat tubuh untuk memegang (sebab sudah ada tangan). Dengan demikian otot-otot kuat sekitar kepala yangmenghindari pertumbuhan otak menyusut dan otak dapat berkembang. Perkembangan otak merupakan wujud tampilnya suatu mahluk baru, mahluk cerdas, yakni manusia.

Banyak ahli mengatakan bahwa kehadiran manusia merupakan loncatan evolusi. Artinya, sukar dibayangkan manusia dengan segala keunggulan dan keluhuran akal budi, daya wajib etika moral, martabat eksistensinya, serta cita rasa religiusitasnya merupakan suatu "hasil" evolusi primat tanpa diakui adanya campur tangan dari kuasa lain di luar kekuatan seleksi alam.

Teilhard de Chardin dalam fase ketiga evolusi (fase noosfer) memilah setiap benda/makhluk dalam 2 segi, yakni segi luar (without) dan segi dalam (within). Bila segi luar sepenuhnya dibangun oleh seleksi alam, segi dalam perkembangan manusia tidak dapat dipahami jika hanya disempurnakan oleh alam. Sebab segi dalam perkembangan menyangkut dam kesadaran, alam batiniah, dimensi psikologis, religius. Segi dalam perkembangan menyentuh secara karakteristik pada perkembangan evolutif manusia. Hanya manusia yang mengalami perkembangan from within. Segi dalam manusia tidak hanya menjadi bagian dari badan manusia, melainkan juga mengatasinya, dan tampil sebagai kesatuan dunia lain dalam diri manusia.


DAFTAR RUJUKAN

Bergarnini, David. Alam Semesta. Jakarta: Tiara Pustaka, 1983.

Dahler, Franz dan Julius Chandra. Asal Dan Tujuan Manusia. Yogyakarta: 2001

Hawking, Stephen , A Brief of Time. New York: Bantam, 1988.

Henderson, Jr., Charles P. God and Science: The Death and Rebirth of Theism. John
Snox Press, 1986.

0 komentar:

Posting Komentar