Copyrights @ ZIDNIKLOPEDIA 2014. Designed By Templateism.com - Published By Gooyaabi Templates | Powered By Blogger

Sultan Mahmed II Tak Ragu Hukum Mati Anaknya Yang Melanggar Hukum



Kisah ini berlangsung di abad 15 lalu. Kala itu imperium Islam masih berjaya menguasai dunia. Sultan Mehmet II atau biasa disapa Muhammad Al Fatih tengah menjabat sebagai khalifah. Dia menjadi kesohor hingga kini karena kemampuannya menaklukkan Konstantinopel, ibukota Romawi Timur (Byzantium). Al Fatih berhasil membuktikan kebenaran sebuah Hadist Nabi Muhammad SAW tentang takluknya Konstantinopel di tangan Islam, pada tahun 1453 lalu. 


Begitu Konstantinopel, yang kala itu menjadi trensetter kota Kekristenan Trinitas, takluk di tangan Islam, kota itu diganti namanya menjadi Istanbul. Artinya "jalan Islam".

Al Fatih pun menjadikan Istanbul sebagai ibukota Dinasti Utsmaniyah. Istanbul menjelma menjadi kota terbesar di dunia kala itu. Kala itulah Islam berwujud menjadi kiblat peradaban dunia. Roger Crowly, peneliti asal Universitas Cambridge, Inggris menyebutkan, di era Utsmani itu peradaban  begitu rapi dengan berstandar pada hukum Islam. Philip K. Hitti, peneliti asal Inggris juga menegaskan tentang kebesaran peradaban Islam kala itu. 

Supremasi hukum yang begitu agung itu memang tak keliru. Salah satu kisah yang kesohor adalah tatkala Sultan Al Fatih hendak menghukum mati anak kandungnya sendiri. Kejadian itu  berlangsung kala anaknya, Daud Pasya, putera ketiga Sultan Al Fatih melakukan beberapa kerusakan di Adriananapole, sebuah kota di Turki. Kota ini menjadi ibukota Utsmani sebelum Istanbul.

Melihat Daud Pasya melakukan kerusakan, seorang hakim yang bertanggungjawab di kota itu, mengirim utusan. Hakim itu memerintahkan agar Daud berhenti melakukan kerusakan. Ternyata Daud menolak. Karena anak Sultan, dia pun melawan hakim tadi. Perintahnya tak diindahkan. 

Karena ditentang, si hakim tadi pun marah. Dia pun turun langsung mendatangi Daud. Hakim itu tegas mengatakan bahwa Daud mesti dihukum dan menghentikan kerusakan. Tapi Daud makin menolak. Dia malah memukul hakim tadi dengan keras. Saking kerasnya, hakim tadi sampai terjungkal. 

Utsmani pun gempar. Kejadian itu didengar oleh Sultan Al Fatih yang bermarkas di Istanbul. Al Fatih marah besar karena anaknya berani memukul hakim. Dia langsung memerintahkan agar anaknya dibunuh, karena dianggap telah melecehkan orang yang bertugas melaksanakan hukum syariat. Al Fatih berkata, "Biarlah aku kehilangan anakku daripada aku kehilangan hukum," tegasnya.  

Melihat Al Fatih marah sebesar itu, beberapa menteri Sultan Al Fatih berusaha membujuk. Mereka meminta keringanan hukuman pada Sultan Al Fatih. Namun Sultan menolak  permintaan para menterinya. Dia tetap ingin menghukum anaknya dengan hukuman mati. 

Seorang ahli fiqih kala itu, Mawla Muhyiddin berkata, "Sesungguhnya hakim ini dalam kedudukannya sebagai hakim, saat dia menghukum dalam keadaan marah, maka dia tidak berhak duduk sebagai hakim. Maka tatkala dipukul oleh seseorang, tidak berarti orang itu telah melecehkan syariah hingga dia berhak untuk dibunuh (hukuman untuk anak tadi)". 

Sultan pun diam. Setelah itu Daud mendatanginya di Konstantinopel. Beberapa menteri membawanya menghadap Sultan seraya mencium tangannya karena tak dijatuhi hukuman mati. Dia bersyukur dan berterima kasih karena telah mendapat ampunan. Saat itulah Sultan mengambil satu tongkat yang  besar kemudian dia pukulkan kepada tubuh Daud. Pukulan  itu keras sekali, sampai dia hampir pingsan. 

Gara-gara pukulan itu, Daud mesti  dirawat sampai empat bulan. Dia sakit keras. Banyak dokter dan  ahli pengobatan yang  mengobatinya hingga sembuh. Kelak kemudian Daud menjadi salah satu Menteri dari Beyazid Khan II. Dia mendoakan Sultan seraya berkata, "Sesungguhnya kembalinya  saya pada kebenaran ini tak lebih karena pukulan Sultan itu," ungkapnya. 

Di era Utsmani, memang iklim hukum berjalan stabil. Kala itu Hakim yang menerima uang suap, langsung dihukum mati oleh Sultan. Korupsi di pengadilan pun nyaris tak terdengar. 

0 komentar:

Posting Komentar